Skill Academy Ruangguru, Ilmu atau Sertifikat?

Darrel Monty
4 min readMay 2, 2020

Skill Academy didirikan pada tahun 2019 sebagai anak perusahaan Ruangguru dan memiliki produk berupa pelatihan mengenai keterampilan ringan yang berkaitan dengan pekerjaan seperti jurnalisme, cara memecahkan masalah, merancang desain produk, desain UX, dan sebagainya. Bisnis Skill Academy ini termasuk sebagai jenis MOOC atau “massive open online course”, sama seperti edX, Coursera, Udemy, Udacity, Future Learn, dan lainnya. Di Indonesia sendiri, Skill Academy bersaing dengan IndonesiaX dan Tech in Asia Edu.

Sebagai produk turunan dari Ruangguru, Skill Academy mendapat banyak sorotan mengingat CEO Ruangguru Belva Devara adalah salah satu staf khusus presiden yang saat ini sudah mengundurkan diri. Keikutsertaan Skill Academy dalam program pemerintah yaitu Kartu Prakerja, membuat banyak pihak berspekulasi apakah ada campur tangan Belva dalam kerjasama ini.

Namun yang ingin saya bahas adalah sertifikat yang disediakan oleh Skill Academy.

Skill Academy menyediakan 2 sertifikat, yaitu sertifikat penyelesaian kursus yang menandakan kita telah menyelesaikan kursus dari awal hingga bab terakhir, dan sertifikat lulus ujian dengan passing grade.

Sertifikat Ujian
Sertifikat selesai kursus

Seperti yang diberitakan oleh salah satu jurnalis senior Indonesia Agustinus Edy Kristianto yang iseng-iseng menggunakan kartu prakerjanya untuk mengetes Skill Academy dan mengambil pelatihan berjudul “Jurnalistik: Menulis Naskah Berita Seperti Jurnalis Andal”. Agustinus yang lulus dengan mengerjakan tes kompetensi merasa bingung ketika melihat sertifikat yang ditandatangani oleh Belva Devara selaku CEO Ruangguru, yang menurutnya belum tentu memiliki kompetensi dalam bidang jurnalistik.

Sumber: Facebook

Menurut pak Agustinus, hal ini tidak pantas karena izin sertifikat tidak keluar dari badan resmi seperti Dewan Pers, Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), atau Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y).

Saya setuju dengan pak Agustinus dan melihat ini sebagai kekurangan.

Saya mengikuti kelas MOOC berbayar dengan harapan akan mendapatkan ilmu dengan kurikulum yang lebih terstruktur serta sertifikat yang menjadi bukti valid bahwa saya mengikuti kelas dari awal hingga akhir, serta meyelesaikan ujian.

Beberapa orang berpendapat bahwa youtube adalah alternatif yang lebih baik karena bisa diakses secara gratis dan ilmu yang didapat akan mirip. Saya setengah setuju dengan pendapat ini (saya belajar shuffle dance dan masak omelette dari YouTube ketika kuliah dulu), hanya saja kurikulum yang tertib serta validasi dari pikah ketiga dalam bentuk sertifikat menjadi preferensi saya ketika belajar hal baru, serta merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya untuk memiliki sertifikat tersebut.

Sertifikat menjadi bukti (on-paper) apabila kelas yang kita ambil mengajarkan kemampuan yang bersifat hardskill seperti coding, hacking, UX, programming, serta skill lain yang bersifat teknis. Setidaknya diatas kertas, Sertifikat ini berperan sebagai pembeda dan nilai dari fresh graduate dan profesional yang mengambil kursus dan tidak.

Kendala disini adalah sertifikat yang ditandatangani Belva. Sertifikat hasil pelatihan seharusnya ditandatangani oleh mentor atau fasilitator yang mengajarkan keahlian tersebut, bukan CEO dari institusinya. Setidaknya, baik fasilitator dan CEO bisa menandatangani sertifikat tersebut secara bersamaan. Hal ini penting karena lembaga kursus online tidak semuanya dikepalai oleh badan yang menjadi penjamin profesi seperti Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Sebagai contoh ketika saya mengikuti pelatihan dari MOOC lain yaitu Udemy mengenai product management, nama yang dicantumkan dalam sertifikat adalah nama 2 orang fasilitatornya dan bukan CEO Udemy (meskipun untuk beberapa alasan yang saya kurang paham, tidak ada tanda tangan disini, hanya nama saja).

Udemy

Contoh sertifikat resmi yang saya miliki adalah sertifikat kompetensi pemasaran bidang layanan jasa yang dikeluarkan oleh LSP Pemasaran dimana yang menandatangani adalah petinggi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang merupakan kepala dari LSP Pemasaran dan bertugas menyetujui keluarnya sertifikat.

Lembaga Sertifikasi Profesi Pemasaran

Contoh lain yang saya punya adalah sertifikat pelatihan pasar modal yang ditandatangani direktur IDX Indonesia yang memang merupakan petinggi dari suatu lembaga pengawas sehingga berhak menyetujui sertifikat.

Sekolah Pasar Modal IDX

Kesimpulan saya adalah Skill Academy merupakan produk yang bagus dan dapat menjembatani celah dari kekurangan skill yang ada di pasaran. Validasi dari pihak yang kompeten akan menjadi benchmark apakah suatu instiusi yang kita percaya untuk kursus worth the money and effort. Jangan hanya berpatok pada sertifikat tapi juga tunjukkan project yang merupakan hasil dari kursus kita seperti artikel untuk jurnalistik, gambar untuk desain grafis, serta prototype untuk UX.

Memasuki dunia kerja, seseorang dituntut tidak hanya dari latar belakang pendidikannya, tapi juga kemampuan diluar bidangnya yang dapat ia kuasai secara otodidak. MOOC seperti Skill Academy menjadi peluang yang bagus untuk mencari kemampuan lain yang tidak dipelajari dalam kurikulum kampus. Merasa puas karena telah mengambil kursus yang tepat, karena fasilitator kursus adalah sosok berpengalaman yang diakui, saya rasa merupakan nilai plus sendiri bagi penggiat ilmu.

Jadi, apakah kita membayar kursus untuk mendapatkan ilmu, atau semata hanya untuk sertifikat yang dapat divalidasi?

Saya sih keduanya.

Terima kasih dan jaga kesehatan. jangan lupa untuk terus belajar dan berkarya.

#stayathome

--

--

Darrel Monty

A virgo guy who currently writing to go outside of the box and get useful insights and perceptions